1. Konsep dasar perpajakan internasional
Indonesia merupakan bagian dari dunia
internasional yang sudah pasti dalam menjalankan roda pemerintahannya melakukan
hubungan internasional. Indonesia sebagai negara berdaulat memiliki hak untuk
membuat ketentuan tentang perpajakan. Fungsi dari pajak yang ditarik oleh
pemerintah ini utamanya adalah untuk membiayai kegiatan pemerintahan dalam
rangka menyediakan barang dan jasa publik yang diperlukan oleh seluruh rakyat
Indonesia. Di samping itu, pajak juga berfungsi untuk mengatur perilaku warga
negara untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu.
Hubungan internasional dapat berupa
kerjasama di bidang keamanan pertahanan, kerjasama di bidang sosial, ekonomi,
budaya dan lainnya, namun pembahasan ini terbatas pada kegiatan ekspor maupun
impor (Transaksi Perdagangan Internasional) yang terkait dengan pajak
internasional.
Setiap kerjasama yang dilakukan oleh
setiap negara tentunya harus disepakati terlebih dahulu oleh para pihak guna
mencapai komitmen bersama yang termuat dalam suatu perjanjian internasional,
tidak terkecuali perjanjian dalam bidang perpajakan. Transaksi antar ke dua
negara atau beberapa negara dapat menimbulkan aspek perpajakan, hal ini perlu
diatur dan disepakati oleh kedua negara atau seluruh dunia guna meningkatkan
perekonomian dan perdagangan kedua negara, agar tidak menghambat investasi
penanaman modal asing akibat pengenaan pajak yang memberatkan wajib pajak yang
berkedudukan di kedua negara yang mengadakan transaksi tersebut.
Untuk itu perlu adanya kebijakan
perpajakan internasional dalam hal mengatur hak pengenaan pajak yang berlaku
disuatu negara, dengan asumsi bahwa disetiap negara dapat dipastikan sudah
mengatur ketentuan pajak dalam wilayah yang menjadi kedaulatannya. Namun setiap
negara tidak bebas mengatur pengenaan pajak terhadap badan atau warga negara
asing, pajak internasional merupakan salah satu bentuk hukum internasional,
dimana setiap negara harus tunduk pada kesepakatan dunia internasional yang
dikenal dengan istilah konvensi wina.
Latar belakang terjadinya perpajakan
internasional dikarenakan semakin meningkatnya arus investasi, perdagangan, dan
mobilitas sumber daya manusia yang tidak lagi mengenal batas Negara. Hal ini
berdampak adanya permasalahan disisi perpajakan sebab setiap Negara mempunyai
peraturan sendiri untuk aturan perpajakannya (atas penduduk atau bukan
pendduk), prinsip ini berpengaruh terhadap subjek dan objek pajak luar negeri.
· Asas
domisili : Subjek pajak dikenakan pajak di Negara tempat subjek pajak
berdomisili. Indonesia menganut asas ini.
· Asas
sumber : Pajak dikenakan berdasarkan tempat sumber penghasilan berasal.
· Asas
kewarganegaraan : Pengenaan pajak dikenakan atas status kewarganegaraannya
walaupun penghasilan diterima dari Negara lain. Amerika menganut asas ini.
· Asas
Campuran : Campuran dari kedua asas di atas.
· Asas
territorial : Pajak dikenakan atas penghasilan yang diperoleh dalam
wilayah suatu Negara sehingga jika atas penghasilan yang diperoleh diluar
Negara tersebut tidak dikenakan pajak.
Prinsip-prinsip pemajakan berbeda yang
dianut masing-masing Negara merpakan penyebab mnculnya pajak berganda
internasional. Penghindaran pajak berganda di suatu Negara dapat dilakukan
dengan menerapkan metode kredit pajak dan metode pengecualian.
Pada dasarnya, pajak internasional
berlandaskan pada ketentuan pemajakan domestic yang berlaku terhadap wajib
pajak dalam negeri yang memperoleh penghasilan dari Indonesia. Selain pada
ketentuan domestic, pajak internasional juga berlandaskan pada perjanjian
perpajakan dan praktik perpajakan global (Gunadi, 1997)
Dimensi pajak internasional meliputi
aturan pajak internasional yang ada dalam UU Pajak Indonesia, atran perpajakan
yang ada di UU Pajak Negara lain yang bersinggungan serta persetujuan
penghindaran pajak (tax treaty) yang telah dibuat Indonesia dengan Negara lain.
SUBJEK PAJAK DALAM NEGERI
Sesuai pasal 2 ayat (3) UU PPh, criteria
dari subjek pajak dalam negeri adalah sebagai berikut :
· Subjek
pajak orang pribadi dalam negeri menjadi wajib pajak apabila telah menerima
atau memperoleh penghasilan yang besarnya melebihi PTKP. Orang pribadi
bertempat tinggal di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan,
orang pribadi yang dalam sat tahun pajak berada di Indonesia, dan mempunyai
niat bertempat tinggal di Indonesia.
· Subjek
pajak dalam negeri menjadi wajib pajak sejak saat didirikan atau
bertempatkedudukan di Indonesia.
SUBJEK PAJAK LUAR NEGERI
Orang pribadi yang tidak bertempat
tinggal di Indonesia, berada di indonesia tidak lebih darai 183 hari selama
jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan di Indonesia yang dapat
menerima atau memeroleh penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha
atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
Subjek pajak luar negeri, baik orang
pribadi maupun badan sekaligus merpakan wajib pajak karena menerima dan/atau
memperoleh penghasilan yang bersumber dari Indonesia atau menerima dan/atau
memperoleh penghasilan yang bersumber dari Indonesia melalui nbentk usaha tetap
di Indonesia.
Wajib pajak lar negeri hanaya akan
dikenakan pajak atas penghasilan yang diterima tau diperoleh bersumber dari
Indonesia saja. Pasal 26 UU PPh mengatur tentang potongan pajak sebesar 20%
atas oenghasilan wajib pajak luar negeri.
PERBEDAAN SPDN DAN SPLN
· WPDN
dikenai pajak atas penghasilan baik yang diterima atau diperoleh di Indonesia
maupun dari luar Indonesia, WPLN dikenai pajak hanya atas penghasilan yang
berasal dari sumber penghasilan di Indonesia.
· WPDN
dikenai pajak berdasarkan tarif neto dengan tarif umum, WPLN dikenai pajak
berdasarkan penghasilan bruto dengan tarif sepadan.
· WPDN
wajib menyampaikan SPT PPh, WPLN tidak wajib menyampaikan SPT PPh karena
kewajiban pajaknya dipenuhi melalui pemotongan pajak yang bersifat final.
TIDAK TERMASUK OBJEK PAJAK
Orang pribadi ata instansi yang tidak
termask objek pajak menurut ketentuan UU PPh adalah:
· Kantor
perwakilan Negara asing
· Pejabat-pejabat
perwakilan diplomatic dan konsulat atau penjabat-penjabat yang bekerja pada dan
bertempat tinggal bersama-sama mereka dengan syarat bkan warga Negara Indonesia
dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan diluar jabatan atau
kerjaannya tersebut serta Negara bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik
.
· Organisasi-organisasi
internasional dengan syarat :
1. Indonesia menjadi anggota organisasi tersebt
2.Tidak menjalankan usaha atau kegiatan untuk memperoleh penghasilan dari
indonesia selain memberikan pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal
dari iuran anggota.
· Pejabat-pejabat
perwakilan organisasi internasional dengan syarat bukan WNI dan tidak
menjalankan usaha, kegiatan, atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan
dari Indonesia.
2. Konsep
keterkaitan pajak dengan laba dari luar negeri
Beberapa Negara separti prancis, kosta
Rika, hongkong panama afrika selatan, swiss dan venezuala menerapkan prinsip
pemajakan teritorial dan tidak mengenakan pajak terhadap perusahaan yang
berdomisili di dalam negri yang labanya dihasilkan di luar wilayah Negara
tersebut. Sedangkan kebanyakan Negara (seperti Australia, Brazil, Cina, Republik
Ceko, Jerman, Jepang, Meksiko, belanda, inggris, dan Amarika Serikat)
menerapkan prinsip seluruh dunia dan mengenakan pajak terhadap laba atau
pendapatan perusahaan dan warga Negara di dalamnya, tanpa melihat wilayah
Negara.
3. Alasan
terhadap kredit pajak luar negeri
Kredit pajak dapat di perkirakan jika
jumlah pajak penghasilan luar negri yang dibayarkan tidak terlampau jelas
(yaitu ketika anak perusahaan luar negri mengirimkan sebagian laba yang
bersumber dari luar negri kepada induk perusahaan domestik). Disini deviden
yang dilaporkan dalam surat pemberitahuan pajak induk perusahaan harus dihitung
kotor (gross-up) untuk mencakup jumlah pajak( yang dianggap terbayar) ditambah
seluruh pajak pungutan luar negri yang berlaku. Ini berarti seakan-akan induk
perusahaan domestic menerima dividen yang didalamnya termasuk pajak terhutang
kepeda pemerintah asing dan kemudian membayarkan pajak itu.
4. Peka
terhadap perencanaan pajak internasional dalam perusahaan multinasional
Dalam melakukan perencanaan pajak
perusahaan multinasional memiliki keunggulan tertentu atas perusahaan yang
murni domestik karena memiliki fleksibilitas geografi lebih besar dalam
menentukan lokasi produksi dan sistem distribusi. Fleksibilitas ini memberikan
peluang tersendiri untuk memanfaatkan perbedaan ataryuridis pajak nasional
sehingga dapat menurunkan beban pajak perusahaan secara keseluruhan.
Pengamatan atas masalah perencanaan
pajak ini di mulai dengan dua hal dasar:
a. Pertimbangan
pajak seharusnya tidak pernah mengandalikan strategi usaha
b. Perubahan
hokum pajak secara konstan membatasi manfaat perencanaan pajak dalam jangka
waktu panjang.
5. Variable-variabel
dalam penentuan harga transfer internasional
Harga transfer menetapkan nilai moneter
terhadap pertukaran antarperusahaan yang terjadi antara unit operasi dan
merupakan pengganti harga pasar. Pada umumnya harga transfer dicatat sebagai
pendapatan oleh satu unit dan biaya oleh unit lainnya. Transaksi lintas Negara
juga membuka perusahaan multinasional terhadap sejumlah pengaruh lingkungan
yang menciptakan sekaligus menghancurkan peluang untuk meningkatkan laba
perusahaan melalui penetapan harga transfer. Sejumlah variabel separti pajak,
tarif kompetisi laju infalsi, nilai mata uang, pembatasan atas transfer dana,
resiko politik dan kepentingan sekutu usaha patungan sangat memperumit
keputusan penentuan harga transfer.
6. Masalah
mendasar dalam metode pengalihan harga
Dalam suatu dunia dengan harga transfer
yang sangat kompetitif, tidak akan menjadi masalah besar ketika hendak
menetapkan harga transfer sumber daya dan jasa antar perusahaan. Namun
demikian, jarang sekali terdapat pasar eksternal yang kompetitif untuk
produk-produk yang ditransfer antar entitas yang berhubungan istimewa tersebut.
Masalah penentuan biaya ini sangat terasa dalam tingkat internasional, kareba
konsep akuntansi biaya ini berbeda dari satu negara ke negara lainnya.
Sumber:
Choi,
Frederick D.S., and Gerhard D. Mueller, 2005., Akuntansi Internasional – Buku
1, Edisi 5., Salemba Empat, Jakarta.
Choi,
Frederick D.S., and Gerhard D. Mueller, 2005., Akuntansi Internasional – Buku
2, Edisi 5., Salemba Empat, Jakarta.